Beras analog adalah beras tiruan. Jenis beras ini merupakan buah karya mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).
Saat ini, beras tiruan tersebut tengah dikampanyekan sebagai pengganti beras asli (beras dari padi). Beras tiruan yang terbuat dari campuran sagu, jagung, dan singkong tersebut diharapkan dapat membantu menutupi kebutuhan pokok beras di Indonesia yang jumlahnya cukup besar.

”Mudah-mudahan bisa dibuat industrinya. Selain itu, perlu disosialisasikan ke masyarakat bahwa beras analog ini bisa menggantikan nasi dari beras padi,” ujar Suswono dalam Dies Natalis ke-49 IPB, di Kampus Dramaga, Sabtu (1/9). Ia menyambut baik kerja keras IPB yang menghasilkan banyak model inovasi pangan.
Mentan juga berharap seluruh mahasiswa IPB memberi contoh kepada masyarakat Indonesia bahwa makanan pokok tidak mesti dari beras.
Banyak pangan lain yang mengandung sumber karbohidrat. Dengan hadirnya beras analog karya Institut Pertanian Bogor, papar Suswono, terbukti bahwa Indonesia mampu berinovasi menciptakan banyak mode pangan.
”Beras analog ini salah satu inovasi IPB. Bahan utamanya berasal dari negeri sendiri seperti singkong, sagu, dan jagung. Ini adalah bukti bahwa Indonesia mampu menciptakan mode pangan berbeda,” ’tuturnya. Diakuinya, Indonesia merupakan negara agraris yang pemroduksi beras terbesar di dunia. Namun, Indonesia juga pengonsumsi beras terbesar sehingga kebutuhan akan beras menjadi sangat besar.
”Dengan resmi hari ini saya luncurkan beras analog ini. Kehadiran beras ini diharapkan dapat mencegah krisis pangan di Indonesia. Sebab Indonesia adalah pengkonsumsi beras padi terbesar di dunia,’’ ujar Suswono.
Disebutkan, masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir akan krisis pangan. Menurutnya, Indonesia tidak akan mengalami krisis pangan karena sumber karbohidrat di Indonesia tidak hanya bersumber dari beras, tetapi juga pangan lainnya seperti ubi, sagu, singkong, dan jagung.
Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto menyebutkan, Indonesia mempunyai banyak bahan pangan sumber karbohidrat yang lain. Beras analog, misalnya. ”Mudah-mudah beras analog inovasi IPB ini bisa lebih memasyarakat lagi. Masyarakat kami harap mau membeli produk-produk yang kami hasilkan,” tutur Herry.
Beras analog diharapkan tidak hanya menutupi kebutuhan pangan di Indonesia, tetapi juga dapat membantu negara-negara sahabat yang kesulitan bahan pangan. “Saya mengusulkan agar produksinya dapat ditingkatkan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Slamet Budijanto, yang juga penemu beras analog tersebut mengatakan, dalam kegiatan kampanye pihaknya menyiapkan 400 kilogram lebih beras analog. “Beras ini memiliki kadar protein 8 persen, keunggulannya seratnya di atas 4 persen,’’ ujar Slamet.
Ia juga menambahkan, beras analog masuk dalam daftar satu dari 103 inovasi nasional, dan pada 2011 mendapat penghargaan dari Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Beras analog dirancang khusus untuk menghasilkan sifat fungsional dengan menggunakan bahan tepung lokal, seperti sorgum, sagu, umbi-umbian, dan bisa ditambahkan bahan pangan seperti serat dan antioksidan.
Mengenai teknologi pembuatannya, menurut dia, Fakultas Teknologi Pertanian menggunakan teknologi ekstrusi yaitu tween screw extruder dengan dye yang dirancang khusus dengan mengatur kondisi proses dan formulanya. Keberhasilan IPB membuat beras analog juga mendapatkan apresiasi dari Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Beras sintetis itu diharapkan mampu meringankan ”beban” beras alami sebagai makanan pokok rakyat Indonesia.
Bahkan, Menteri BUMN memberangkatkan Annisa Karunia, Suba Santika Widara, dan Yuliyanti, mahasiswi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB, ke luar negeri sebagai hadiah atas keberhasilan mereka ini.
0 komentar:
Posting Komentar